Lir-ilir, lir-ilir
Tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo
Tak sengguh temanten anyar
Bocah angon, bocah angon
Penekna belimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekna
Kanggo mbasuh dodod iro
Dodod iro, dodod iro
Kumitir bedhah ing pinggir
Dondomana, jlumatana
Kanggo seba mengko sore
Mumpung padhang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Yo surak ’a, surak “hiyoo”
Makna :
Lir ilir... lir ilir... tandure wus sumilir :
Sayup-sayup bangun (dari tidur), tanaman-tanaman sudah mulai bersemi,
Kanjeng Sunan mengingatkan agar orang-orang Islam segera bangun dan bergerak. Karena saatnya telah tiba. Bagaikan
tanaman yang telah siap dipanen, demikian pula rakyat di Jawa saat itu (setelah kejatuhan Majapahit) telah siap menerima
petunjuk dan ajaran Islam dari para wali.
tak ijo royo-royo tak sengguh temanten anyar :
demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru
Hijau adalah simbol warna kejayaan Islam, dan agama Islam disini digambarkan seperti pengantin baru yang menarik hati
siapapun yang melihatnya dan membawa kebahagiaan bagi orang-orang sekitarnya. Ada juga penafsiran yang mengatakan
bahwa pengantin baru maksudnya adalah raja2 jawa yang baru masuk Islam.
Cah angon... cah angon... penekna blimbing kuwi :
Anak-anak penggembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu,
Yang disebut anak gembala disini adalah para pemimpin. Dan belimbing adalah buah bersegi lima, yang merupakan simbol
dari lima rukun islam dan sholat lima waktu. Jadi para pemimpin diperintahkan oleh Sunan untuk memberi contoh kepada
rakyatnya dengan menjalankan ajaran Islam secara benar. Yaitu dengan menjalankan lima rukun Islam dan sholat lima waktu.
Lunyu lunyu yo peneken kanggo mbasuh dodotira :
walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci pakaian Dodot adalah sejenis kain kebesaran orang Jawa yang hanya digunakan pada upacara-upacara / saat-saat penting. Dan buah belimbing pada jaman dahulu, karena kandungan asamnya sering digunakan sebagai pencuci kain, terutama untuk merawat kain batik supaya tetap awet.
Dengan kalimat ini Sunan memerintahkan orang Islam untuk tetap berusaha menjalankan lima
rukun Islam dan sholat lima waktu walaupun banyak rintangannya (licin jalannya). Semuanya itu diperlukan untuk menjaga
kehidupan beragama mereka. Karena menurut orang Jawa, agama itu seperti pakaian bagi jiwanya. Walaupun bukan
sembarang pakaian biasa
Dodotira... dodotira... kumitir bedah ing pinggir :
Pakaian-pakaian yang koyak disisihkan
Saat itu kemerosotan moral telah menyebabkan banyak orang meninggalkan ajaran agama mereka sehingga kehidupan
beragama mereka digambarkan seperti pakaian yang telah rusak dan robek.
Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore :
Jahitlah benahilah untuk menghadap nanti sore
Seba artinya menghadap orang yang berkuasa (raja/gusti), oleh karena itu disebut ‘paseban’ yaitu tempat menghadap raja.
Disini Sunan memerintahkan agar orang Jawa memperbaiki kehidupan beragamanya yang telah rusak tadi dengan cara
menjalankan ajaran agama Islam secara benar, untuk bekal menghadap Allah SWT di hari nanti.
Mumpung padang rembulane, mumpung jembar kalangane :
Selagi sedang terang rembulannya, selagi sedang banyak waktu luang
Selagi masih banyak waktu, selagi masih banyak kesempatan, perbaikilah kehidupan beragamamu dan bertaubatlah.
Yo surako surak hiyo :
Mari bersorak-sorak ayo...
Bergembiralah, semoga kalian mendapat anugerah dari Tuhan. Disaatnya nanti datang panggilan dari Yang Maha Kuasa nanti, sepatutnya bagi mereka yang telah menjaga kehidupan beragama-nya dengan baik untuk menjawabnya dengan gembira
Dikutip dari lagu makna lir-ilir kiyai kanjeng dan caknun
No comments:
Post a Comment