Saturday, December 3, 2011

ZAKAT


PENDAHULUAN
Ummat Islam adalah ummat yang mulia, ummat yang dipilih Allah untuk mengemban risalah, agar mereka menjadi saksi atas segala ummat. Tugas ummat Islam adlah mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, tentram dan sejahtera dimanapun mereka berada. Karena itu ummat Islam seharusnya menjadi rahmat bagi sekalian alam.

Bahwa kenyataan ummat Islam kini jauh dari kondisi ideal, adalah akibat belum mampu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri (QS. Ar-Ra'du : 11). Potensi-potensi dasar yang dianugerahkan Allah kepada ummat Islam belum dikembangkan secara optimal. Padahal ummat Islam memiliki banyak intelektual dan ulama, disamping potensi sumber daya manusia dan ekonomi yang melimpah. Jika seluruh potensi itu dikembangkan secara seksama, dirangkai dengan potensi aqidah Islamiyah (tauhid), tentu akan diperoleh hasil yang optimal. Pada saat yang sama, jika kemandirian, kesadaran beragama dan ukhuwah Islamiyah kaum muslimin juga makin meningkat maka pintu-pintu kemungkaran akibat kesulitan ekonomi akan makin dapat dipersempit.

Salah satu sisi ajaran Islam yang belum ditangani secara serius adalah penanggulanagn kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah dalam arti seluas-luasnya. Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW serta penerusnya di zaman keemasan Islam. Padahal ummat Islam (Indonesia) sebenarnya memiliki potensi dana yang sangat besar.

Terdorong dari pemikiran inilah, kami mencoba untuk menuliskan risalah zakat yang ringkas dan praktis agar dapat dengan mudah dimengerti oleh pembaca. Meskipun kami sadar bahwa rislah ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian kami berharap risalah ini dapat bermanfaat. Koreksi, kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan risalah zakat ini

Semoga Allah SWT mengampuni kekurangan dan kesalahan yang ada dalam risalah ini, serta mencatatnya sebagai amal shaleh. Amin


PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN ZAKAT
Secara bahasa, zakat itu bermakna : bertambah, suci, tumbuh ,barakah. (lihat kamus Al-Mu`jam al-Wasith jilid 1 hal. 398). Makna yang kurang lebih sama juga kita dapati bila membuka kamus Lisanul Arab. [1]
Sedangkan secara syara`, zakat itu bermakna bagian tertentu dari harta yang dimiliki yang telah Allah wajibkan unutk diberikan kepada mustahiqqin (orang-orang yang berhak menerima zakat).[2]
B.     HUKUM ZAKAT
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia.


C.    SYARAT WAJIB ZAKAT
1.      Muslim
2.      Baligh
3.      Aqil (Beerakal)
4.      Memiliki Harta Yang telah mencapai Nisab
5.      Niat Zakat
D.    ORANG YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT
1.      Fakir yaitu: Mereka yang hampir tidak memiliki apa apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.
2.       Miskin yaitu: Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup.
3.      Amil yaitu: Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
4.      Muallaf yaitu: Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya.
5.      Hamba Sahaya yang ingin memerdekakan dirinya.
6.      Gharimin yaitu: Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup untuk memenuhinya.
7.      Fisabilillah yaitu: Mereka yang beruang di jalan Allah (misal : dakwah perang, dsb)
8.      Ibnus Sabil yaitu: Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan.
E.     MACAM-MACAM ZAKAT
1.      Zakat Fitrah (Zakat Jiwa)
a.       Pengertian
Zakat Fitrah ialah zakat diri yang diwajibkan atas diri setiap individu lelaki dan perempuan muslim yang berkemampuan dengan syarat syarat yang ditetapkan. Kata Fitrah yang ada merujuk pada keadaan manusia saat baru diciptakan sehingga dengan mengeluarkan zakat ini manusia dengan izin Allah akan kembali fitrah.
b.      Hadits tentang zakat Fitrah
عَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( فَرَضَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم زَكَاةَ اَلْفِطْرِ, صَاعًا مِنْ تَمْرٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ: عَلَى اَلْعَبْدِ وَالْحُرِّ, وَالذَّكَرِ, وَالْأُنْثَى, وَالصَّغِيرِ, وَالْكَبِيرِ, مِنَ اَلْمُسْلِمِينَ, وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ اَلنَّاسِ إِلَى اَلصَّلَاةِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه
 “Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam mewajibkan zakat fitrah sebesar satu sho’ kurma atau satu sho’ sya’ir atas seorang hamba, orang merdeka, laki-laki dan perempuan, besar kecil dari orang-orang islam; dan beliau memerintahkan agar dikeluarkan sebelum orang-orang keluar menunaikan sholat Ied”. Muttafaq Alaihi.
c.       Pandangan zakat Fitrah Menurut 4 Mazhab
Empat imam mazhab sepakat bahwa zakat fitrah hukumnya adalah wajib. Al-Asham dan Ibn Haytsam berpendapat : Zakat fitrah adalah sunnah. Maliki, Syafi'i, dan mayoritas ulama: Wajib di sini harus dalam arti fardu karena setiap fardu adalah wajib, tetapi tidak sebaliknya.
Hanafi : Wajib di sini dalam arti wajib, bukan fardu, sebab fardu lebih kuat daripada wajib.
Zakat fitrah diwajibkan atas anak kecil dan orang dewasa. Demikian, menurut kesepakatan empat imam mazhab.
Zakat fitrah atas budak yang dikongsikan wajib atas kedua kongsi yang mengkongsikannya. Demikian menurut pendapat Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Namun, dalam riwayat lain, Hambali berpendapat : Masing masing kongsi membayarkan zakatnya sepenuhnya (satu sha’). Hanafi: Tidak ada kewajiban atas kongsi kongsi.
Orang yang mempunyai budak kafir, menurut Hanafi: Wajib dibayar zakat fitrahnya. Pendapat ini berbeda dengan pendapat tiga imam mazhab lainnya yang menyatakan : Tidak wajib.
Suami wajib membayarkan zakat fitrah istrinya, sebagaimana ia wajib memberi nafkah. Demikian, pendapat Maliki, Syafi’i, dan Hambali.
Sementara itu, Hanafi berpendapat: Zakat fitrah istri tidak wajib dibayarkan oleh suami.
Orang yang setengah merdeka dan setengah budak tidak diwajibkan membayar zakat fitrah. Demikian, menurut pendapat Hanafi, Syafi’i dan Hambali : Ia wajib membayar separo zakat fitrahnya dan separo sisanya dibayarkan oleh tuannya. Dari Maliki diperoleh dua riwayat. Pertama, seperti pendapat Syafi’i. Kedua, wajib atas tuannya membayarkan separonya, sedangkan budak itu tidak wajib membayarnya.
Para imam mazhab sepakat bahwa orang yang wajib mengeluarkan zakat fitrah wajib mengeluarkan zakat fitrah bagi anak anaknya yang masih kecil dan budak budaknya yang Muslim.
Empat imam mazhab berbeda pendapat mengenai waktu yang diwajibkan dalam membayar zakat fitrah. Hanafi : Zakat fitrah wajib dibayarkan ketika terbit fajar pada hari pertama bulan Syawal. Hambali : Pada waktu terbenamnya matahari pada malam hari raya. Maliki dan Syafi’i berpendapat seperti kedua imam mazhab di atas. Namun, menurut qauI jadid dan yang paling kuat dari Syafi’i : Pada waktu terbenamnya matahari.
Para imam mazhab sepakat bahwa zakat fitrah tidak gugur lantaran diakhirkan sampai keluar waktunya, melainkan menjadi utang baginya hingga dibayarkan.
Mereka juga sepakat tentang tidak bolehnya menunda pembayaran zakat fitrah hingga lewat hari raya. Ibn Sirin dan an Nakha’i mengatakan : Boleh mengakhirkan pembayaran zakat fitrah hingga lewat hari raya. Hambali berpendapat : Kami berharap agar hal demikian tidak menjadi masalah.
Empat imam mazhab sepakat mengenai bolehnya mengeluarkan zakat fitrah dengan lima jenis barang, sebagai berikut :
1)      gandum bermutu tinggi;
2)      gandum bermutu rendah;
3)      kurma;
4)      kismis;
5)      susu kering
kecuali menurut Hanafi yang tidak membolehkan susu kering, tetapi boleh dengan harganya.
Syafi'i berpendapat : Apa saja yang wajib dikeluarkan sepersepuluhnya (10%) sebagai zakat, maka barang tersebut boleh dikeluarkan untuk fitrah, seperti beras, gandum, dan jagung.
Maliki dan Syafi’i berpendapat : Tidak boleh membayar zakat fitrah dengan tepung dan tepung anggur. Hanafi dan Hambali : Keduanya boleh dibayarkan sebagai zakat fitrah. Demikian juga, menurut al-Anmathi, salah seorang pengikut Syafi’i.
Hanafi : Boleh membayar zakat fitrah dengan cara membayar harganya. Mengeluarkan kurma untuk membayar zakat fitrah lebih utama. Demikian, menurut Maliki dan Hambali. Syafi’i : yang lebih utama adalah gandum. Hanafi : yang lebih utama adalah dengan barang yang lebih mahal harganya.
Empat imam mazhab sepakat bahwa yang wajib dikeluarkan adalah 1 sha’. menurut ukuran sha' Rasulullah Saw. dari lima jenis makanan yang telah disebutkan di atas. Namun, Hanafi membolehkan membayar zakat fitrah sebesar setengah sha’ gandum.
Para imam mazhab berbeda pendapat mengenai ukuran 1 sha’. Syafi'i, Maliki, Hambali, dan AbuYusuf berpendapat bahwa 1 sha’ adalah 5 rithl dan 1/3 rithl Irak. Sedangkan, menurut Hanafi satu sha adalah 8 ri'thl.
Menurut Syafi’i dan mayoritas sahabat, zakat fitrah wajib diberikan kepada delapan asnaf sebagaimana dalam zakat harta. Al Isthikhri, salah seorang pengikut Syafi’i, berpendapat : Boleh diberikan kepada tiga orang fakir dan miskin saja dengan syarat pem¬bayar zakat adalah orang yang membayarkannya sendiri. Sedangkan, jika ia menyerahkannya kepada kepala negara (imam), maka zakat fitrah wajib diberikan kepada delapan asnaf secara merata, karena zakat itu sudah terkumpul di tanganya sehingga tidak ada alasan untuk tidak membaginya secara rata.
An Nawawi dalam kitabnya, al Majmu'Syarh al Muhadzdzab, menyatakan : Maliki, Hanafi, dan Hambali membolehkan seseorang membayarkan zakat fitrahnya kepada scorang fakir saja. Mereka mengatakan bahwa boleh membayarkan zakat fitrah sekelompok orang kepada scorang miskin. Pendapat ini dipilih oleh segolongan ulama pengikut Syafi'i, seperti Ibn al Mundzir, ar Ruyani, dan Abu Ishaq asy Syairazi. Apabila seseorang telah mengeluarkan zakat fitrah, lalu zakat tersebut diberikan kepadanya, sementara ia sendiri memerlukannya, maka ia boleh menerimanya. Demikian, menurut Hanafi, Syfi’i, dan Hambali. Sementara itu, Maliki berpendapat : Hal demikian tidak dibolehkan.
Empat imam mazhab sepakat tentang bolehnya mengeluarkan zakat fitrah sehari atau dua hari sebelum hari raya. Namun, mereka berbeda pendapat jika pembayarannya dua hari setelah hari raya.
Hanafi:
Boleh mendahulukan pembayaran zakat fitrah sebelum bulan Ramadhan. Syafi’i: Boleh membayarnya pada awal bulan Ramadhan. Maliki dan Hambali: Tidak boleh mendahulukan pembayaran zakat fitrah dari waktu wajibnya.[3]
2.      Zakat Mall (Zakat Harta)
a.       Pengertian
Zakat yang dibenarkan atas harta (maal) yang dimiliki individu atau lembaga dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan berdasarkan hukum (syara)
b.      Dalil Tentang Zakat Mall

حَدَّثَنَا مُحَمَّد اَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ خَبَرَنَا زرباء بنِ اِسحَاق عَنِ بْنِ عَبْدُ اللهِ بْنِ صَيْفِ عَنْ اَبِى مَوْلَى بْنِ عَبَّاسْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : قَالَ رَسُوْل اللهِ صَامَ لِمُعَادِ بْنِ جَبَلَ حِيْنَ بَعْثَهُ اِلَى الْيَمَنِ : اِنَّكَ مَتَأْتِى قَوْمًا اَهْلَ كِتَابٍ فَاءِذَ جِئْنَهُمْ فَادْعُهُمْ. إلَى اَنْ يَشْهَدُوْ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ فَإِنْ هُمْ اَطَاعُوْ اللهَ بِذلِكَ فَأُخْبِرْهُمْ. اَنَّ اللهَ قَدْ فِرَنِى عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَدُ مِنْ اَغْنِيَائِهِمْ فَتُرِدُ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ اَطَاعُوْ لَكَ بِذَالِكَ فَاَيَّكَ وَكْرَثِمِ الْمُوَالِهِمْ وَابودعوه الظُّلُوْمِ فَإِنَّهُ لَبُسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ (رواه البخارى) "باب حد الصدقة من اعنياء وحوف الفقراء)

Artinya:
Dari Muhammad dari Abdullah...............berkata Rasullulah SAW kepada Muazd bin Hambal dia diutus ke Yaman: Sesungguhnya kamu datang pada suatu kaum ahli kitab maka ketika kamu telah datang pada mereka serulah mereka pada persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Apabila mereka menaatinya maka beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan shalat lima waktu setiap hari dan malam. Apabila mereka menaatinya maka beri tahukanlah bahwa Allah mewajibkan kepada mereka sedekah dalam harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka lalu diberikan kepada orang miskin mereka. Apabila mereka menaatimu dalam hal itu maka hendaklah engkau berhati-hati harta terbaik mereka dan waspadalah terhadap do’adalah orang-orang yang teraniaya karena tidak ada penghalang dengan Allah.
c.       Syarat-syarat Kekayaan yang Wajib di Zakati
1)      Milik Penuh (Almilkuttam)
Yaitu : harta tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat islam, seperti : usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dan cara-cara yang sah. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya.
2)       Berkembang
Yaitu : harta tersebut dapat bertambah atau berkembang bila diusahakan atau mempunyai potensi untuk berkembang.
3)      Cukup Nishab
Artinya harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara'. sedangkan harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari Zakat
4)      Lebih Dari Kebutuhan Pokok (Alhajatul Ashliyah)
Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarga yang menjadi tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya. Artinya apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi yang bersangkutan tidak dapat hidup layak. Kebutuhan tersebut seperti kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum (KHM), misal, belanja sehari-hari, pakaian, rumah, kesehatan, pendidikan, dsb.
5)       Bebas Dari hutang
Orang yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi senishab yang harus dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta tersebut terbebas dari zakat.
6)       Berlalu Satu Tahun (Al-Haul)
Maksudnya adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah belalu satu tahun. Persyaratan ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedang hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul.



d.        Harta(maal) yang Wajib di Zakati
1)      Binatang Ternak
Hewan ternak meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan kecil (kambing, domba) dan unggas (ayam, itik, burung).
2)      Emas Dan Perak
Emas dan perak merupakan logam mulia yang selain merupakan tambang elok, juga sering dijadikan perhiasan. Emas dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke waktu. Islam memandang emas dan perak sebagai harta yang (potensial) berkembang. Oleh karena syara' mewajibkan zakat atas keduanya, baik berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang lain.
Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk kedalam kategori emas dan perak. sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak.
Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah, villa, kendaraan, tanah, dll. Yang melebihi keperluan menurut syara' atau dibeli/dibangun dengan tujuan menyimpan uang dan sewaktu-waktu dapat di uangkan. Pada emas dan perak atau lainnya yang berbentuk perhiasan, asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan zakat atas barang-barang tersebut.
3)      Harta Perniagaan
Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan tersebut di usahakan secara perorangan atau perserikatan seperti CV, PT, Koperasi, dsb.
4)      Hasil Pertanian
Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dll.
5)      Ma-din dan Kekayaan Laut
Ma'din (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam perut bumi dan memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga, marmer, giok, minyak bumi, batu-bara, dll. Kekayaan laut adalah segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut seperti mutiara, ambar, marjan, dll.
6)      Rikaz
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.
3.      Zakat Profesi (Penghasilan)
a.       Pengertian
Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi terbuat misalnya pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta.
b.      Dalil Zakat Profesi
Dalam hal ini tidak ada dalil khusus yang menyebutkan tentang zakat profesi, namun berkaitan dengan ini kita mengambil dalil dari Al-Qur’an Surat Al-Baqoroh 267 yang berbunyi:
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB óOçFö;|¡Ÿ2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( Ÿwur (#qßJ£Jus? y]ŠÎ7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmƒÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îŠÏJym ÇËÏÐÈ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.


F.      Perbedaan Antara Zakat, Infaq dan Shadaqah
Kata shadaqah makna asalnya adalah tahqiqu syai`in bisyai`i, atau menetapkan / menerapkan sesuatu pada sesuatu. Dan juga berasal dari makna membenarkan sesautu.
Meski lafaznya berbeda, namun dari segi makna syar`i hampir-hampir tidak ada perbedaan makna shadaqah dengan zakat. Bahkan Al-quran sering menggunakan kata shadaqah dalam pengertian zakat.
Allah SWT berfirman :
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.? (QS. At-Taubah :103).
Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah. (QS.At-Taubah : 58).
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah : 60).
Rasulullah SAW dalam hadits pun sering menyebut shadaqah dengan makna zaakt. Misalnya hadits berikut :
Harta yang kurang dari lima wasaq tidak ada kewajiban untuk membayar shadaqah (zakat). (HR. Bukhari Muslim).
Begitu juga dalam hadits yang menceritakan mengiriman Muaz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah SAW memberi perintah,"beritahu mereka bahwa Allah mewajibkan mereka mengeluarkan shadaqah (zakat) dari sebagian harta mereka".
Sehingga Al-Mawardi mengatakan bahwa shadaqah itu adalah zakat dan zakat itu adalah shadaqah. Namanya berbeda tapi maknanya satu. (lihat Al-ahkam As-Sulthaniyah bab 11).
Bahkan orang yang menjadi Amil zakat itu sering disebut dengan Mushaddiq, karean dia bertugas mengumpulkan shadaqah (zakat) dan membagi-bagikannya.
Kata shadaqah disebutkan dalam Al-Quran sebanyak 12 kali yang kesemuanya turun di masa Madinah. Hal yang membedakan makna shadaqah dengan zakat hanyalah masalah `urf, atau kebiasaan yang berkembang di tengah masyarakat. Sebenarnya ini adalah semcam penyimpangan makna. Dan jadilah pada hari ini kita menyebut kata shadaqah untuk yang bersifat shadaqah sunnah / tathawwu`. Sedangkan kata zakat untuk yang bersifat wajib. Padahal ketika Al-Quran turun, kedua kata itu bermakna sama.
Hal yang sama juga terjadi pada kata infaq yang juga sering disebutkan dalam Al-Quran, dimana secara kata infaq ini bermakna lebih luas lagi. Karena termasuk di dalamnya adalah memberi nafkah kepada istri, anak yatim atau bentuk-bentuk pemberian yang lain. Dan secara `urf, infaq pun sering dikonotasikan dengan sumbangan sunnah. [4]



[1] Ahmad Sarwat, FIQH ZAKAT KONTEMPORER, E-Book, hlm 7
[2] Yusuf Al-Qaradawi, FIQHUS ZAKAT, Jilid 1, hlm 38
[3] Syikh Al-Allamah Muhammad Bin Abdulrrahman, Fiqih 4 Mazhab, Ad. Dimasyqi ,Penerbit Hasyimi Press.
[4] Ahmad Sarwat, FIQH ZAKAT KONTEMPORER, E-Book, hlm 8-10

No comments:

Post a Comment